Beberapa hari yang lalu, saya diundang untuk menghadiri khutbah ta'aruf sekolah anak pertama saya.
Yang namanya anak pertama, jelas ini pengalaman pertama. Agak menegangkan.
Acara secara umum, formal biasa. Dalam rangka perkenalan (ta'aruf) sekolah pada para santri baru dan wali santri.
Yang mengesankan -- alhamdulillah -- adalah sesi tausiah dari Ustaz Abu Hasanuddin dari Pesantren Ibnu Katsir, Jember.
Berikut poin-poin penting yang bisa saya petik:
Aset paling berharga di dunia adalah anak yang saleh/saleha
Kemungkinan besar kamu sudah apal di luar kepala perihal ini. Salah satu amal yang seizin Allah tidak akan putus setelah seseorang meninggal adalah warisan berupa anak saleh/saleha.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Jadi, pelihara, sayangi, dan perhatikan sebaik-baik yang kita bisa.
Bahkan, ustaz Hasan sendiri menuturkan kalau beliau merasa amal-amal beliau gak akan cukup untuk mengantarkan beliau ke surga. Makanya, dia berusaha keras "menciptakan" anak-anak saleh untuk nunut (baca: ikut) ke surga dengan wasilah kesalehan anaknya. Hiks, gimana saya.
Kemuliaan dunia akhirat sangat bisa didapatkan dengan Al-Qur'an
Ustaz Hasan banyak bercerita seputar bagaimana banyak orang (termasuk beliau) mendapatkan banyak kemudahan, rezeki, bahkan kemuliaan ketika mulai mempelajari, membaca, menghafalkan, dan mengamalkan Al-Qur'an.
Berhubung berkaitan dengan perkenalan guru dengan para santri baru, tentu yang dititikberatkan adalah si anak. Tapi, penjelasan beliau ini tentu gak terbatas hanya untuk anak kita.
Kita sendiri gimana?
Semoga dimudahkan dan diridhoi Allah untuk mempelajari Al-Qur'an dengan optimal. Aamiin.
Sayangi anak. Setulus-tulusnya
Nasihat ustaz Hasan kepada para wali santri, kalau para orangtua ingin anak berbuat baik kepada kita (terutama ketika sudah tua), pastikan kita berbuat baik -- sebaik-baiknya -- kepada anak mulai dari kecil.
Menyayanginya. Tanpa syarat.
Waktu mereka bersama kita hanya sebentar
Sungguh di nasihat ustaz Hasan yang ini, saya akui saya mbrebes mili.
Kenyataan kalau anak kita tidak akan selamanya anak-anak. Pada saatnya nanti mereka akan menginjak usia sekolah, akil baligh, dewasa.
Kesempatan untuk memeluk, mencium, anak-anak gelendotan sama orangtuanya, dan sejenisnya -- ada batas waktunya.
Saya sudah merasakan sendiri, kalau kedua anak saya dengan polosnya meminta gendong, main ini itu, ya hanya karena mereka ingin main saja. Saya bapak mereka. Mereka anak saya.
Dan, gak sedikit saya menolak ajakan mereka dengan alasan lelah, sedang mengerjakan aktivitas tertentu, dll.
Di saat lain, giliran saya kangen mereka, mereka menolak untuk saya ajak main. Duh, rasanya~ :(
Semoga Allah memudahkan, memberkahi waktu kami sekeluarga. Waktu berkualitas berkah yang membuat tabungan emosi setiap anggota keluarga terisi penuh. Aamiin.
Bersyukur
Di sesi nasihat yang satu ini, satu ruangan gerr penuh dengan tawa, karena ustaz Hasan menjelaskan perihal prejengan dengan penuh humor.
Prejengan itu artinya (diterjemahkan bebas) tampilan.
Ustaz Hasan memberitahu kalau tampilan beliau saja begini dan begitu, beliau bisa sampai diamanahi Pesantren Ibnu Katsir dan rezeki dari Allah yang lain. Bagaimana dengan anak-anak santri yang tampilannya (minimal secara fisik) lebih baik?
Masyaa Allah.
Beliau mendoakan semua santri dan wali santri mendapatkan keberkahan dan rezeki yang lebih baik daripada beliau. Aamiin.
Semoga bermanfaat.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam, berkata,
“Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100) - baca tafsirnya di sini
Nabi Dzakariya ‘alaihis salaam berdo’a,
“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron: 38) - baca tafsirnya di sini
Posting Komentar